manusia ideologi dan manusia tadah hujan
Assalamualaikum,
hai kawan, bertemu lagi dengan saya di awal tahun 2016.
tangan sayalah yang selalu menari di atas keyboard dan mengeluarkan isi pikiran dan saya rasa, emm, kadang juga kurang bermutu, maaf. Malam ini saya juga ingin senam jari lagi, menuliskan tentang sebuah asa dan sebuah pemikiran yang sebulan ini mengendap di kerak syaraf.
Iya, sudah lama saya ingin mengungkapkannya. dan baru akan saya lakukan sekarang, pukul 22.22 WIb di kota Malang tepatnya di kost saya yang masih sangat berisik dikala tetangga sudah terlelap. oke lupakan.
beberapa waktu lalu saya mengobrol empat mata dengan pembina saya, dia seorang wanita dengan mata tajam dan pemikiran analitis yang selalu saya kagumi. saat itu kami membahas tentang ideologi.
Memang bukan tentang konsepnya, karena saya sudah melakukan pengkajian tentang ideologi sejak 2 tahun lalu ketika masih berada di semester 1 perkuliahan. Ingat sekali dalam benak saya kalimat bahasa arab yang pada saat itu, hanya itulah yang saya hafal : mabda' adalah aqidah aqliyah yanbatsiqu anha nidzom. saya nggak tahu tulisan versi bahasa indonesia itu benar atau tidak, hehe,, saya bukan orang yang bisa berbahasa arab kecuali hanya membaca al quran, meskipun kitab yang saya kaji sejak awal perkuliahan mutlak berbahasa arab.
Ideologi adalah akidah aqliyah yang memancarkan atasnya peraturan. Dia adalah akidah aqliyah, akidah adalah pemikiran menyeluruh mengenai alam semesta manusia dan kehidupan, dan kaitan antara ketiganya dengan kehidupan sebelum dan sesudah dunia. aqliyah maksudnya pemikiran tadi dibangun atas akal, jadi bukan pemikiran khayalan atau bahkan bukan pemikiran. dan akidah aqliyah tadi memancarkan peraturan. maksudnya dengan pandangan mendasar tadi dihasilkanlah peraturan atau sistem yang berasal dan berasas padanya.
kira-kira itu definisi ideologi.
Tapi,
kami tidak membahas itu, yang kami bahas adalah apakah saya sudah menjadi manusia yang seperti itu. maksudnya adalah, manusia yang telah terideologisasi, manusia yang telah termutajasat (mengkristal) dalam dirinya sebuah fikrah dan thariqah yang jelas dan sangat gamblang.
sekali lagi bukan dari konsepnya, saya orang yang mudah menangkap konsep, jadi itu tidak perlu dipersoalkan, tapi ini menyangkut implementasi. sudahkah?
Pertanyaan ini sulit sekali untuk dijawab, lebih baik saya mengerjakan tata bahasa Jepang N2 daripada menjawab soal semacam ini.
Ingin tahu nggak sih manusia ideologi itu seperti apa?
dan implementasi apa yang menjadi tanda bahwa dia sudah menjadi manusia ideologi?
oke, kita akan bahas.
manusia ideologi adalah manusia yang bergerak dengan ideologinya, hmm,, kalo bergerak terlalu general, saya ganti diksi nya, manusia ideologi adalah manusia yang bernafas dengan ideologinya. Desir nafas nya bahkan menyatu dengan ideologi itu.
Saya seorang muslimah dan berideologi islam, berideologi maksudnya dia memiliki pandangan mendasar tentang kehidupan ini adalah sesuai dengan tuntunan islam. tujuan hidupnya hanyalah mencapai ridha RabbNya, amal perbuatannya hanyalah dalam rangka beribadah kepadanya.
Karena berideologi, maka dia tidak akan membiarkan islam itu hanya pada relung jiwa yang terdalam dalam individu individu tertentu saja, atau bahkan diacuhkan atau dihinakan oleh orang lain. dia akan membabat habis halangan yang menjadikan dirinya tidak bisa beribadah kepada Allah secara total.
dia tidak ridho dengan sistem sekarang yang mengabaikan hukum-hukum Rabb Nya, dan dia akan beusaha untuk mengubahnya.
Karena dia adalah manusia ideologi, dia akan berusaha berjuang meninggikan hukum Allah di angkasa raya hanya dengan jalan yang sesuai dengan orang yang dicintainya yaitu rasulullah saw, dia tidak mengambil jalan kecuali hanya dengan mencontoh rasulullah.
Manusia ideologi akan berjuang siang dan malam untuk merealisasikan janji Rabbnya. Dia tidak hanya berjuang sekenanya, tapi dia akan optimal dalam semua hal, dia melihat, menganalisa dan membuat perencanaan matang terkait cara dan sarana untuk mengubah realialitas rusak yang ada dimana pun dia berada. dia bukan orang yang tebang pilih dan merendahkan orang lain karena ketidak tahuannya kepada Agama.
Manusia ideologi akan membuat orang lain tahu bahwa dirinyalah orang yang mengemban ideologi sohih dan dengan sabar dia berusaha memahamkan umat akan posisi ini. Kesabaran tiada tara adalah prinsip hidupnya, berkhusnudzan pada Allah adalah kesehariannya, dan dia selalu mencoba melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda, sehingga darisana dia belajar banyak hal, baik yang tersurat maupun yang tersirat. dia adalah orang yang optimal, dia bukan hanya membaca ketika ada PR atau tugas, namun bahkan dia menuntut dirinya senantiasa untuk memantaskan diri dihadapan Allah, dia melakukan semua lebih dari yang dilakukan orang lain. Dengan kondisi apapun yang dialaminya dia akan sangat setrong dan sabar. ini manusia idelogi.
semua ideologi yang ada didunia ini memiliki ke khas an yaitu menuntut untuk disebarluaskan, makanya kenapa ada penjajahan selaman 350 tahun belanda dan 4,5 tahun oleh Jepang. Adanya aktivitas makan dan dimakan ibarat rantai makanan dalam belenggu kapitalisme. Islampun juga menuntut untuk disebarluaskan, dan pastinya dengan cara yang benar sesuai metode rasullullah saw. Dan manusia ideologi akan melakukan kerja tim atau bahkan mereka menggerakkan orang lain untuk bisa meraih tujuan tersebut, mereka berupaya seoptimal mungkin agar apa yang diinginkannya tercapai. dan dia tidak mau melihat dirinya adalah hambatan jamaah menerima nasrullah, tidak akan pernah mau, maka dari itu dia selalu menjaga nama baik jamaah dan memberikan upaya terbaik untuk dakwah. Dia menjadikan dakwah ideologis sebagai poros hidupnya, semua aktivitasnya berutar pada poros dakwah dan dia tidak akan sudi meninggalkan dakwah dengan alasan apapun, karena dia manusia ideologi, karena dia sudah memahami ideologinya dan hakikatnya. Dia menyadari sepenuhnya jika ia tidak optimal di jalan ini, maka Allah akan mengganti denga orang yang lebih baik lagi.
Itu gambaran sedikit tentang manusia ideologi.
Apakah saya sekarang sudah menjadi manusia ideologi? hanya Allah dan saya yang tahu. :) yang jelas saya berharap saya menjadi manusia ideologi.
Lalu pembicaraan kami mengalir menganak sungai, panjang dan penuh dengan nuansa kebaikan dan perbaikan. Manusia ideologi itu dia akan senantiasa berfikir dan menimbang dengan ideologinya, dia senantiasa melakukan evaluasi dan perbaikan tidak perlu menunggu ada orang yang mengingatkan dirinya, tidak perlu, karena potensi akal yang diberikan Allah untuknya sudah lebih dari cukup untuk membantunya berfikir serius. Berbeda dengan manusia tadah hujan. sebutan itu saya simpulkan sendiri. Kalian tahu tadah hujan? ini bukan saja sebutan untuk pengairan sawah, tapi banyak sedikitnya mirip lah ya. Sawah tadah hujan itu menunggu hujan turun, hidupnya bergantung pada turunnya hujan, dan dia sebagai penadah, hanya menunggu dan menadahi apa yang ada. kita analogikan sawah itu pada para pengemban dakwah yang saya sebut sebagai manusia tadah hujan. Manusia semacam ini tidak mandiri, bukan atm nya lho ya, tapi mandiri dari segi pergerakan hidupnya dan pemikirannya.
Manusia tadah hujan hanya bergerak ketika ada komando, ketika ada yang mengarahkannya pada A maka dia berjalan ke arah A, lalu dia menunggu komando lagi. Dia hanya mendengar dan mengerjakan, dia mewadahi apa yang menurut orang lain kurang tepat pada dirinya, lalu dia berubah. Perubahannya bukan karena dia memahami, tapi kata orang itu salah. kira kira begitu. dia datang kajian duduk dan mendengarkan tanpa ada pergolakan dalam pemikirannya, tanpa ada kaitan dengan maklumat yang memang dia tidak memilikinya karena dia tidak belajar. Dia bukan tipe orang yang suka belajar dengan mandiri. belajar dari yang tersurat dan belajar dari yang tersirat. Karena memang pada dasarnya hidup ini penuh dengan pembelajaran. Harusnya.
oh tadah hujan, oh ideologi, yang manakah saya berada?
sekali lagi hanya Allah yang tahu.
dan, kalian para pembaca, saya rasa Anda bisa memilih dua pilihan yang sangat mudah ini,
mari menjadi manusia ideologi. :)
hai kawan, bertemu lagi dengan saya di awal tahun 2016.
tangan sayalah yang selalu menari di atas keyboard dan mengeluarkan isi pikiran dan saya rasa, emm, kadang juga kurang bermutu, maaf. Malam ini saya juga ingin senam jari lagi, menuliskan tentang sebuah asa dan sebuah pemikiran yang sebulan ini mengendap di kerak syaraf.
Iya, sudah lama saya ingin mengungkapkannya. dan baru akan saya lakukan sekarang, pukul 22.22 WIb di kota Malang tepatnya di kost saya yang masih sangat berisik dikala tetangga sudah terlelap. oke lupakan.
beberapa waktu lalu saya mengobrol empat mata dengan pembina saya, dia seorang wanita dengan mata tajam dan pemikiran analitis yang selalu saya kagumi. saat itu kami membahas tentang ideologi.
Memang bukan tentang konsepnya, karena saya sudah melakukan pengkajian tentang ideologi sejak 2 tahun lalu ketika masih berada di semester 1 perkuliahan. Ingat sekali dalam benak saya kalimat bahasa arab yang pada saat itu, hanya itulah yang saya hafal : mabda' adalah aqidah aqliyah yanbatsiqu anha nidzom. saya nggak tahu tulisan versi bahasa indonesia itu benar atau tidak, hehe,, saya bukan orang yang bisa berbahasa arab kecuali hanya membaca al quran, meskipun kitab yang saya kaji sejak awal perkuliahan mutlak berbahasa arab.
Ideologi adalah akidah aqliyah yang memancarkan atasnya peraturan. Dia adalah akidah aqliyah, akidah adalah pemikiran menyeluruh mengenai alam semesta manusia dan kehidupan, dan kaitan antara ketiganya dengan kehidupan sebelum dan sesudah dunia. aqliyah maksudnya pemikiran tadi dibangun atas akal, jadi bukan pemikiran khayalan atau bahkan bukan pemikiran. dan akidah aqliyah tadi memancarkan peraturan. maksudnya dengan pandangan mendasar tadi dihasilkanlah peraturan atau sistem yang berasal dan berasas padanya.
kira-kira itu definisi ideologi.
Tapi,
kami tidak membahas itu, yang kami bahas adalah apakah saya sudah menjadi manusia yang seperti itu. maksudnya adalah, manusia yang telah terideologisasi, manusia yang telah termutajasat (mengkristal) dalam dirinya sebuah fikrah dan thariqah yang jelas dan sangat gamblang.
sekali lagi bukan dari konsepnya, saya orang yang mudah menangkap konsep, jadi itu tidak perlu dipersoalkan, tapi ini menyangkut implementasi. sudahkah?
Pertanyaan ini sulit sekali untuk dijawab, lebih baik saya mengerjakan tata bahasa Jepang N2 daripada menjawab soal semacam ini.
Ingin tahu nggak sih manusia ideologi itu seperti apa?
dan implementasi apa yang menjadi tanda bahwa dia sudah menjadi manusia ideologi?
oke, kita akan bahas.
manusia ideologi adalah manusia yang bergerak dengan ideologinya, hmm,, kalo bergerak terlalu general, saya ganti diksi nya, manusia ideologi adalah manusia yang bernafas dengan ideologinya. Desir nafas nya bahkan menyatu dengan ideologi itu.
Saya seorang muslimah dan berideologi islam, berideologi maksudnya dia memiliki pandangan mendasar tentang kehidupan ini adalah sesuai dengan tuntunan islam. tujuan hidupnya hanyalah mencapai ridha RabbNya, amal perbuatannya hanyalah dalam rangka beribadah kepadanya.
Karena berideologi, maka dia tidak akan membiarkan islam itu hanya pada relung jiwa yang terdalam dalam individu individu tertentu saja, atau bahkan diacuhkan atau dihinakan oleh orang lain. dia akan membabat habis halangan yang menjadikan dirinya tidak bisa beribadah kepada Allah secara total.
dia tidak ridho dengan sistem sekarang yang mengabaikan hukum-hukum Rabb Nya, dan dia akan beusaha untuk mengubahnya.
Karena dia adalah manusia ideologi, dia akan berusaha berjuang meninggikan hukum Allah di angkasa raya hanya dengan jalan yang sesuai dengan orang yang dicintainya yaitu rasulullah saw, dia tidak mengambil jalan kecuali hanya dengan mencontoh rasulullah.
Manusia ideologi akan berjuang siang dan malam untuk merealisasikan janji Rabbnya. Dia tidak hanya berjuang sekenanya, tapi dia akan optimal dalam semua hal, dia melihat, menganalisa dan membuat perencanaan matang terkait cara dan sarana untuk mengubah realialitas rusak yang ada dimana pun dia berada. dia bukan orang yang tebang pilih dan merendahkan orang lain karena ketidak tahuannya kepada Agama.
Manusia ideologi akan membuat orang lain tahu bahwa dirinyalah orang yang mengemban ideologi sohih dan dengan sabar dia berusaha memahamkan umat akan posisi ini. Kesabaran tiada tara adalah prinsip hidupnya, berkhusnudzan pada Allah adalah kesehariannya, dan dia selalu mencoba melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda, sehingga darisana dia belajar banyak hal, baik yang tersurat maupun yang tersirat. dia adalah orang yang optimal, dia bukan hanya membaca ketika ada PR atau tugas, namun bahkan dia menuntut dirinya senantiasa untuk memantaskan diri dihadapan Allah, dia melakukan semua lebih dari yang dilakukan orang lain. Dengan kondisi apapun yang dialaminya dia akan sangat setrong dan sabar. ini manusia idelogi.
semua ideologi yang ada didunia ini memiliki ke khas an yaitu menuntut untuk disebarluaskan, makanya kenapa ada penjajahan selaman 350 tahun belanda dan 4,5 tahun oleh Jepang. Adanya aktivitas makan dan dimakan ibarat rantai makanan dalam belenggu kapitalisme. Islampun juga menuntut untuk disebarluaskan, dan pastinya dengan cara yang benar sesuai metode rasullullah saw. Dan manusia ideologi akan melakukan kerja tim atau bahkan mereka menggerakkan orang lain untuk bisa meraih tujuan tersebut, mereka berupaya seoptimal mungkin agar apa yang diinginkannya tercapai. dan dia tidak mau melihat dirinya adalah hambatan jamaah menerima nasrullah, tidak akan pernah mau, maka dari itu dia selalu menjaga nama baik jamaah dan memberikan upaya terbaik untuk dakwah. Dia menjadikan dakwah ideologis sebagai poros hidupnya, semua aktivitasnya berutar pada poros dakwah dan dia tidak akan sudi meninggalkan dakwah dengan alasan apapun, karena dia manusia ideologi, karena dia sudah memahami ideologinya dan hakikatnya. Dia menyadari sepenuhnya jika ia tidak optimal di jalan ini, maka Allah akan mengganti denga orang yang lebih baik lagi.
Itu gambaran sedikit tentang manusia ideologi.
Apakah saya sekarang sudah menjadi manusia ideologi? hanya Allah dan saya yang tahu. :) yang jelas saya berharap saya menjadi manusia ideologi.
Lalu pembicaraan kami mengalir menganak sungai, panjang dan penuh dengan nuansa kebaikan dan perbaikan. Manusia ideologi itu dia akan senantiasa berfikir dan menimbang dengan ideologinya, dia senantiasa melakukan evaluasi dan perbaikan tidak perlu menunggu ada orang yang mengingatkan dirinya, tidak perlu, karena potensi akal yang diberikan Allah untuknya sudah lebih dari cukup untuk membantunya berfikir serius. Berbeda dengan manusia tadah hujan. sebutan itu saya simpulkan sendiri. Kalian tahu tadah hujan? ini bukan saja sebutan untuk pengairan sawah, tapi banyak sedikitnya mirip lah ya. Sawah tadah hujan itu menunggu hujan turun, hidupnya bergantung pada turunnya hujan, dan dia sebagai penadah, hanya menunggu dan menadahi apa yang ada. kita analogikan sawah itu pada para pengemban dakwah yang saya sebut sebagai manusia tadah hujan. Manusia semacam ini tidak mandiri, bukan atm nya lho ya, tapi mandiri dari segi pergerakan hidupnya dan pemikirannya.
Manusia tadah hujan hanya bergerak ketika ada komando, ketika ada yang mengarahkannya pada A maka dia berjalan ke arah A, lalu dia menunggu komando lagi. Dia hanya mendengar dan mengerjakan, dia mewadahi apa yang menurut orang lain kurang tepat pada dirinya, lalu dia berubah. Perubahannya bukan karena dia memahami, tapi kata orang itu salah. kira kira begitu. dia datang kajian duduk dan mendengarkan tanpa ada pergolakan dalam pemikirannya, tanpa ada kaitan dengan maklumat yang memang dia tidak memilikinya karena dia tidak belajar. Dia bukan tipe orang yang suka belajar dengan mandiri. belajar dari yang tersurat dan belajar dari yang tersirat. Karena memang pada dasarnya hidup ini penuh dengan pembelajaran. Harusnya.
oh tadah hujan, oh ideologi, yang manakah saya berada?
sekali lagi hanya Allah yang tahu.
dan, kalian para pembaca, saya rasa Anda bisa memilih dua pilihan yang sangat mudah ini,
mari menjadi manusia ideologi. :)

Komentar
Posting Komentar