Negeri melawan asap
18 tahun
terakhir ini kebakaran hutan, asap dan dampak yang ditimbulkannya menjadi
dilema negeri. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian besar kebakaran ini dilakukan
sengaja dengan tujuan membersihkan hutan bagi perkebunan kelapa sawit, ditambah
hasil praktik deforestasi yang luas, dan juga drainase lahan gambut mengundang
api untuk semakin menyebar. Sekitar satu gigaton karbon dilepaskan dari
kebakaran hutan lahan gambut, setara dengan sekitar 10% dari emisi bahan bakar
fosil global tahunan, begitu mencengangkan. Kabut asap, resiko kesehatan, emisi
karbon, lenyapnya keaneka ragaman hayati dan tingkat udara yang terpolusi parah akibat dari
pembakaran lahan yang disengaja ini. Harga kerugian ekosistem sulit dihitung
dengan rupiah, apalagi pemulihan membutuhkan waktu yang cukup lama.
Kalau pemerintah
berfikir dengan cermat, berapa saja biaya yang dikeluarkan untuk pembelian air
untuk memadamkan api, bahan bakar mobil pengangkut air, bahan bakar untuk water
bombing, helikopter pemantau titik api, biaya ekstra tenaga pemadam
kebakaran, bahkan alokasi anggaran yang disediakan untuk pembelian masker
ini sudah mencapai Rp500 juta. Belum lagi kacaunya jadwal penerbangan yang mengganggu
perekonomian. Dana operasional untuk pos-pos kesehatan serta tenaga medisnya,
dampak pada manusia terutama anak-anak dan ibu hamil yang terkena penyakit, ekosistem
rusak, sungguh sangat merugikan. Dan biaya diatas dikeluarkan selama berapa
tahun? lantas bagaimana ?
berapa sih yang diberikan para stakeholder hingga pemerintah mau mengorbankan segala nya ? terutama mengorbankan rakyat dan negerinya.
berapa sih yang diberikan para stakeholder hingga pemerintah mau mengorbankan segala nya ? terutama mengorbankan rakyat dan negerinya.
Komitmen Presiden Jokowi di pengujung 2014 yang menyebut
Indonesia bebas asap pada 2015 seperti menunggu godot, ketidakpastian dan harapan semu. Saya
rasa akar masalah kebakaran dan asap di Indonesia ini sudah sangat dipahami
oleh pemerintah. Selama ini pemerintah melawan asap hanya dengan water bombing, modifikasi cuaca, pembagian ratusan ribu masker,
pendirian pos pos kesehatan, yang semuanya itu tidaklah salah, namun tidak
tepat pada titik masalah. Akar masalah adalah penerbitan konsesi dan penegakkan
hukum. Hal ini seperti tabib yang mengobati penampakan dari penyakit, tapi
tidak mengobati sumber dari penyakit. Akan sama saja, dan terus berulang. Ternyata
kapitalisme merambah hutan dan mengorbankan negeri, coba saja hukum tegak
dengan sebenar-benarnya pada perusahaan pembakar lahan, menghentikan penerbitan
izin baru, dan evaluasi izin yang telah diterbitkan. Kawasan hutan ini harus
segera dipulihkan dan memberi kesempatan pengolahan dan perlindungan hutan secara
sistemik dari masyarakat hingga pemerintah. Penegakan
hukum juga harus dilakukan kepada stakeholder selain private sector
yang memiliki mandat dan wewenang melakukan perbaikan tata kelola. Memang semua
itu tidak akan pernah terjadi ketika kecondongan masih pada kapital, urus perut
sendiri dan semakin tidak peduli. #savenegeri asap

Komentar
Posting Komentar